Tata Bahasa Jawa
Tata Bahasa Jawa
Pronomina persona
Bahasa Jawa tidak memiliki pronomina persona khusus untuk menyatakan jamak kecuali kata kita yang kemungkinan diserap dari bahasa Indonesia. Penjamakan kata ganti dapat diabaikan atau dinyatakan dengan menggunakan frasa semisal aku kabèh ‘kami’, awaké dhéwé ‘kita’, dhèwèké kabèh ‘mereka’ dan semacamnya.
Glos | Bentuk bebas | Awalan | Akhiran | |||
---|---|---|---|---|---|---|
Ngoko | Madya | Krama | Krama inggil/ andhap |
|||
1SG, 1PL.EXCL ‘aku, saya, kami’ |
aku | – | kula | dalem | tak-, dak– | –ku |
1PL.INCL ‘kita’ | kita | – | – | – | – | – |
2SG, 2PL ‘kamu, Anda, kalian’ |
kowé | samang | sampéyan | panjenengan | ko-, kok– | –mu |
3SG, 3PL ‘dia, ia, beliau, mereka’ |
dhèwèké | – | piyambakipun | panjenengané, panjenenganipun |
di– | –(n)é, –(n)ipun |
Pronomina persona dalam bahasa Jawa, terutama untuk persona kedua dan ketiga, lebih sering digantikan dengan nomina atau gelar tertentu. Selain pronomina yang dijabarkan di dalam tabel di atas, bahasa Jawa masih memiliki beragam pronomina lain yang penggunaannya bervariasi tergantung dialek atau tingkat tutur.
Demonstrativa
Demonstrativa atau kata tunjuk dalam bahasa Jawa adalah sebagai berikut:
dekat | agak jauh | jauh | |
---|---|---|---|
netral | iki, kiyi, kiyé ‘ini’ | iku, kuwi, kuwé ‘itu’ | (ika), kaé ‘itu’ |
lokal | kéné ‘sini’ | kono ‘situ’ | kana ‘sana’ |
arah | mréné, réné ‘ke sini’ | mrono, rono ‘ke situ’ | mrana, rana ‘ke sana’ |
modal | mengkéné, ngéné ‘begini’ | mengkono, ngono ‘begitu’ | mengkana, ngana ‘begitu’ |
kuantitatif | seméné, méné ‘sekian ini’ | semono, mono ‘sekian itu’ | semana, mana ‘sekian itu’ |
temporal | sepréné ‘hingga saat ini’ | – | seprana ‘hingga saat itu’ |
Kata iki dan iku dapat digunakan baik dalam tulisan maupun percakapan. Bentuk kiyi, kiyé, kuwi, dan kuwé utamanya digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bentuk ika hanya dipakai dalam tembang. Bentuk madya dari iki/kiyi/kiyé, iku/kuwi/kuwé dan kaé adalah niki, niku, dan nika. Ketiga jenis demonstrativa ini memiliki bentuk krama yang sama, yaitu punika atau menika, walaupun dalam beberapa kasus, kata mekaten atau ngaten juga digunakan sebagai padanan krama dari kaé.
Nomina
Dalam bahasa Jawa, atribut pewatas (modifier) nomina inti diletakkan setelah nomina. Nomina inti tidak diberi imbuhan jika diikuti dengan atribut adjektiva atau verba non-pasif (penanda tujuan atau kegunaan) yang membatasi makna nomina tersebut. Kepemilikan dapat dinyatakan secara implisit tanpa imbuhan, atau secara eksplisit dengan akhiran -(n)é atau -(n)ipun pada nomina inti.
-
wit kinah ‘pohon kina’ sumur jero ‘sumur dalam’ peranti nenun ‘peralatan menenun’ idham-idhaman kita ‘cita-cita kita’ omahé Marsam ‘rumahnya Marsam’
Imbuhan -(n)ing, yang utamanya digunakan dalam ragam tulisan, memiliki beberapa makna berbeda yang menyatakan hubungan antara inti dan atribut.
-
ratuning buta ‘rajanya para raksasa’ rerengganing griya ‘hiasan untuk rumah’ dèwining kaéndahan ‘dewi kecantikan’
Numeralia
Numeralia atau angka umumnya diletakkan setelah nomina.
-
wong siji ‘satu orang’ gelas pitu ‘tujuh gelas’ candhi sèwu ‘seribu candi’
Numeralia diletakkan sebelum nomina jika nomina tersebut merupakan penunjuk satuan ukuran atau satuan bilangan. Numeralia dalam posisi ini akan mendapatkan pengikat nasal -ng jika berakhir dengan bunyi vokal, atau -ang jika berakhir dengan konsonan non-sengau. Satu-satunya pengecualian adalah numeralia siji ‘satu’ yang diganti dengan imbuhan sa-/se-/s- dalam konteks ini.
-
telung puluh ‘tiga puluh’ patang pethi ’empat peti’ sa-genthong ‘satu tempayan’ se-gelas ‘segelas’ s-atus rupiyah ‘seratus rupiah’
Verba
Paradigma verba bahasa Jawa baku dapat diringkaskan sebagai berikut:
modus | diatesis | awalan | akhiran | ||
---|---|---|---|---|---|
netral | aplikatif I | aplikatif II | |||
indikatif | aktif | N- | -Ø | -i | -aké |
pasif I | tak-/kok-/di- | ||||
pasif II | ke- | -an | -Ø | ||
imperatif | aktif | N- | -a | -ana | -na |
pasif I | Ø- | -en | |||
propositif | aktif | (aku) tak N- | -Ø | -i | -aké |
pasif I | tak- | -é | -ané | -né | |
subjungtif | aktif | N- | -a | -ana | -na |
pasif I | tak-/kok-/di- | -en | -na |
Tidak semua imbuhan verba dalam paradigma yang dijabarkan di atas lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari. Selain itu, dialek bahasa Jawa lainnya umumnya memiliki paradigma verba yang lebih sederhana, seperti misalnya dialek Tengger yang tidak menggunakan imbuhan berbeda bagi verba dengan modus subjungtif dan imperatif (walaupun dialek baku juga tidak membedakan keduanya dalam bentuk aktif, sama-sama ditandai dengan imbuhan N- dan -a).
Verba transitif dalam bahasa Jawa dapat dibentuk dengan merangkaikan awalan sengau N- pada kata dasar untuk bentuk aktif atau awalan pronominal seperti di-, tak-, dan kok- untuk bentuk pasif.
-
(1)
Wis
sudah
nemu
AV:temu
akal
akal
aku
aku
‘Aku sudah menemukan solusinya.’ (Ogloblin 2005, hlm. 601)
-
(2)
Kandha=ku
perkataan=1.GEN
di-gugu
PASS:3-percaya
wong
orang
akèh
banyak
‘Perkataanku dipercaya oleh orang-orang.’ (Ogloblin 2005, hlm. 601)
Penambahan akhiran -i dan -aké umumnya menandakan valensi yang lebih tinggi.Akhiran -i biasanya bersifat aplikatif, seperti dalam kata tanduri ‘tanami (dengan sesuatu)’ dari kata dasar tandur ‘tanam’. Akhiran -aké (bentuk krama: -aken) dapat membentuk verba kausatif dari verba transitif, contohnya kata lebokaké ‘masukkan (ke dalam sesuatu)’ dari kata mlebu. Jika dipasangkan pada verba intransitif, verba yang terbentuk dapat bersifat benefaktif, contohnya seperti kata jupukaké ‘ambilkan (untuk seseorang)’ dari bentuk dasar jupuk ‘ambil’.
-
(3)
Kuwi
itu
mangan-i
AV:makan-TR1
godhong
daun
tèh
teh
‘[Serangga] itu memakani daun-daun teh.’ (Ogloblin 2005, hlm. 611)
-
(4)
Para
PL
utusan
utusan
mau
ANAPH
uga
juga
ng-islam-aké
AV-Islam-TR2
wong-wong
orang-orang
ing
LOC
Pejajaran
Pejajaran
‘Para utusan ini juga mengislamkan orang-orang di Pejajaran.’ (Ogloblin 2005, hlm. 611)
Baik verba transitif maupun intransitif memiliki beberapa bentuk tergantung modus gramatikanya. Selain bentuk dasar atau bentuk indikatif, ada pula bentuk irealis/subjungtif, imperatif, dan propositif. Modus irealis dalam bahasa Jawa diekspresikan dengan imbuhan -a, yang dapat memiliki beberapa makna, yaitu:
- Menyatakan kemungkinan (potential).
-
(5)
Daya-daya
secepatnya
tekan-a
sampai-IRR
ing
LOC
omah
rumah
‘Secepatnya [ia] sampailah ke rumah.’ (Ogloblin 2005, hlm. 605)
- Menyatakan pengandaian (conditional).
-
(6)
Aja-a
NEG.IMP–IRR
ana
EXIST
lawa,
kelelawar,
lemud
nyamuk
kuwi
itu
rak
PTCL
ndadi
menjadi
‘Seandainya tidak ada kelelawar, nyamuk-nyamuk itu akan semakin menjadi-jadi.’ (Ogloblin 2005, hlm. 605)
- Menyatakan harapan (optative).
-
(7)
Lelakon
Kejadian
iku
itu
di-gawé-a
PASS:3-buat-IRR
kaca
cermin
‘Jadikanlah kejadian itu pelajaran.’ (Ogloblin 2005, hlm. 605)
- Menyatakan permintaan (hortative).
-
(8)
Ngombé-a
minum-IRR
banyu
air
godhogan
rebusan
‘Minumlah air rebusan.’ (Ogloblin 2005, hlm. 605)
Verba dengan modus imperatif tidak dapat diawali dengan pelengkap yang berupa pelaku, dan ditandai dengan imbuhan -en atau -a. Verba intransitif tidak memiliki bentuk imperatif khusus.
-
(9)
Mripat=mu
mata=2.GEN
tutup-an-a
tutup-TR1–IMP
‘Pejamkan matamu.’ (Ogloblin 2005, hlm. 603)
Bentuk propositif merupakan bentuk imperatif yang digunakan untuk memerintahkan diri sendiri atau mengekspresikan keinginan untuk melakukan sesuatu. Morfem tak atau dak digunakan sebelum verba untuk memarkahi modus propositif aktif. Tidak seperti awalan pronominal tak- atau dak- yang tidak dapat didahului oleh subjek persona pertama, konstruksi propositif aktif dengan tak/dak dapat didahului oleh subjek (mis. aku tak nggorèng iwak ‘aku bermaksud menggoreng ikan’). Pemarkah propositif aktif ini juga bisa dipisahkan dari verba yang mengikutinya, seperti yang bisa dilihat dari contoh (10–11).
-
(10)
Aku
1
tak
1.PRPV
nusul
AV:susul
Bapak
Bapak
dhéwéan
sendirian
‘Biarkan aku menyusul Bapak sendirian.’ (Ogloblin 2005, hlm. 606)
-
(11)
Aku
1
tak
1.PRPV
dhéwéan
sendirian
waé
PTCL
nusul
AV:susul
Bapak
Bapak
‘Biarkan aku sendiri saja menyusul Bapak.’ (Ogloblin 2005, hlm. 606)
Imbuhan -é atau -ipun digunakan untuk menandakan bentuk propositif pasif. Di sini morfem tak- berfungsi serupa dengan awalan pronomina tak- yang digunakan dalam bentuk pasif pada modus indikatif dan irealis.
-
(12)
Tak=Ø-plathok-an-é
1=PASS:1/2-belah-TR1–PRPV
kayu=mu
kayu=2.GEN
‘Biarkan kubelah kayumu.’ (Ogloblin 2005, hlm. 606)
Dalam bentuk-bentuk non-indikatif (irealis/subjungtif, imperatif, dan propositif), imbuhan -i dan -aké bersinonim dengan imbuhan -an dan -n seperti dalam rangkaian imbuhan -an-a, -an-é, -n-a, dan -n-é. Imbuhan-imbuhan ini sering dianggap sebagai bentuk yang padu (-ana, -ané, -na, dan -né), walaupun beberapa linguis menganggap bahwa imbuhan-imbuhan ini sejatinya terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu -an dan -n yang merupakan imbuhan derivatif, serta -a dan -é yang merupakan pemarkah modus.
Kelas 1
SD
Kelas 2
SD
Kelas 3
SD
Kelas 4
SD
Kelas 5
SD
Kelas 6
SD
Kelas 7
SMP
Kelas 8
SMP
Kelas 9
SMP
Kelas 10
SMA
Kelas 11
SMA
Kelas 12
SMA